Beritabalionline.net – Pria paruh baya warga negara Jepang berinisial TK (58) dipulangkan ke negaranya setelah sempat mendekam di penjara atas kasus pencabulan.
“Setelah dideportasi orang asing tersebut juga dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi,” kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Romi Yudianto, Senin (29/1/2024) di Denpasar.
Romi menjelaskan, pria Jepang itu awalnya menjadi sukarelawan di sebuah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang berlokasi di seputaran Denpasar sejak Februari 2018.
Selama menjadi sukarelawan, pemegang Itas Pensiun C319 yang berlaku sampai dengan 31 Oktober 2020 ini tinggal di salah satu kamar di lingkungan PAUD.
Di sana ia bertugas membantu menyiram tanaman, memotong rumput, memperbaiki fasilitas PAUD yang rusak dan mengecat pintu gerbang. Ia juga kerap menggantikan tukang masak untuk siswa jika tukang masak tidak masuk kerja.
Peristiwa pencabulan terjadi sekitar Januari sampai April 2019 pada saat jam istirahat siang. Ia meminta lima murid yang menjadi korban untuk masuk ke kamarnya.
“Dia lalu meminta mereka melepas pakaian dan melakukan perbuatan tidak senonoh. Anak-anak yang menjadi korban terpengaruh karena sering diberi hadiah oleh TK,” ungkap Romi.
Dikatakan Kakanwil, orang tua korban mulai menyadari perubahan perilaku anak-anaknya setelah mereka makan bersama dengan TK, Sabtu (30/3/2019).
Kelima siswa PAUD itu lalu menceritakan perbuatan cabul TK kepada orang tua mereka. Mendengar hal ini, orang tua korban segera melaporkan kasus ini ke polisi.
Di persidangan, TK dinyatakan terbukti bersalah berdasarkan Pasal 76 E Jo Pasal 82 ayat (4) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU tentang Perlindungan Anak.
Ia divonis penjara selama 5 tahun subsider denda 3 bulan penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan. Setelah menjalani pokok pidana, TK menghirup udara bebas pada tanggal 2 Januari 2024.
Keluar penjara, TK diserahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai untuk direkomendasikan agar dilakukan pendeportasian. Namun pemulangan belum dapat dilakukan sehingga ia dikirim ke Rudenim Denpasar pada 4 Januari 2024.
“Setelah didetensi selama 21 hari, yang bersangkutan dideportasi pada 25 Januari 2024 dengan seluruh biaya ditanggung oleh keluarganya,” terang Romi. (agw)





